DIFTERI
Gambaran Umum
Difteria adalah penyakit infeksi menular akut yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Kelainan atau patologi yang terjadi disebabkan oleh suatu eksotoksin yang dihasilkan oleh bakteri tersebut (strain toksinogenik). Untuk dapat bersifat toksigenik diduga suatu becteriophage memegang peranan penting
Penyakit difteria merupakan penyakit yang sangat menular dan mengancam kehidupan, dengan angka kematian yang tinggi. Meskipun dengan cakupan imunisasi DPT/DT yang cukup tinggi dan angka kejadian sangat menurun, oleh karena keadaan tertentu dapat terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) yang tentunya akan sangat membahayakan. Wabah pada umumnya terjadi bila terdapat kuman difteria yang bersirkulasi di masyarakat dengan derajat kekebalan yang rendah. Sehingga di dalam penanggulangan KLB tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan derajat kekebalan masyarakat dan upaya eradikasi kuman baik dari penderita maupun dari kuman.
Difteri ditularkan secara langsung dengan penderita melalui droplet transmission saat batuk, bersin atau pun saat berbicara. Kuman C.diphteriae masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta berkembang biak pada permukaan mukosa saluran nafas atas dan memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling dan selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan pembuluh darah. Efek toksin pada jaringan adalah hambatan pembentukan protein dalam sel, sehingga sel akan mati. Nekrosis tampak jelas didaerah kolonisasi kuman. Sebagai respons terjadi inflamasi lokal yang bersama jaringan nekrotik membentuk eksudat fibrin, kemudian menjadi pseudomembran , melekat erat dan berwarna putih kelabu. Bila dipaksa melepaskan pseudomembran dapat mengakibatkan perdarahan.
Berikut cara mengenali gejala awal difteri. Gejala awal difteri bisa tidak spesifik, seperti
- Demam tidak tinggi
- Nafsu makan menurun
- Lesu
- Nyeri menelan dan nyeri tenggorok
- Sekret hidung kuning kehijauan dan bisa disertai darah
- Namun memiliki tanda khas berupa selaput putih keabu-abuan di tenggorok atau hidung, yang dilanjutkan dengan pembengkakan leher atau disebut sebagai bull neck
Analisis Situasi
Merebaknya kasus difteri menimbulkan beberapa pertanyaan bagi klinisi yang harus dikaji mengapa hal tersebut dapat terjadi.
1. Cakupan imunisasi gagal mencapai target
- Apakah cakupan imunisasi DPT tidak cukup tinggi untuk mencegah penularan difteri? Data cakupan imunisasi di Indonesia sangat bervariasi bergantung dari mana dan oleh siapa survei tersebut dilakukan (78%-90%). Pencatatan yang dilaksanakan kurang akurat sehingga menghasilkan data yang kurang akurat pula. Catatan pada KMS atau Buku Catatan Kesehatan Anak tidak diisi dengan baik oleh petugas kesehatan yang melakukan imunisasi dan tidak disimpan dengan baik oleh orang tua, sehingga sulit diketahui apakah imunisasi anaknya sudah lengkap atau belum.
- Adanya negative campaign sebagai gerakan anti imunisasi yang marak akhir-akhir ini telah menyebabkan banyak orang tua menolak anaknya diimunisasi. Program imunisasi sebagai program nasional seharusnya diikuti dan dilaksanakan oleh semua masyarakat. Maka kelompok anti vaksinasi perlu diatasi dengan cara pendekatan tersendiri dan terencana.
2. Imunisasi gagal membentuk antibodi secara maksimal pada anak
- Apakah imunisasi tidak lengkap? Apakah imunisasi ulangan tidak diberikan? Vaksin DPT merupakan vaksin mati sehingga untuk mempertahankan kadar antibodi menetap tinggi di atas ambang pencegahan, sangat diperlukan kelengkapan ataupun pemberian imunisasi ulangan. Imunisasi DPT lima kali harus dipatuhi sebelum anak berumur 6 tahun.
- Apakah petugas kesehatan tidak memberikan imunisasi pada anak yang menderita sakit ringan sehingga mengakibatkan pemberian imunisasi tidak sesuai jadwal atau bahkan tidak diberikan? Kontra indikasi absolut imunisasi adalah defisiensi imun dan pernah menderita syok anafilaksis pada imunisasi terdahulu. Sedangkan demam tinggi atau sedang dirawat karena penyakit berat merupakan kontra indikasi sementara, sehingga anak tetap harus diimunisasi apabila telah sembuh. Jangan sampai terjadi missed opportunity untuk memberikan imunisasi hanya karena alasan anak sering sakit.
- Apakah cold chain di semua fasilitas kesehatan telah diperhatikan dengan baik? Vaksin Bio Farma yang dipergunakan untuk program imunisasi nasional telah dilengkapi dengan vaccine vial monitor
(VVM) yang ditempelkan pada botol vaksin untuk monitor suhu vaksin.
Petugas medis diharapkan memperhatikan VVM, tanggal kadaluwarsa dan
keadaan vaksin (endapan, gumpalan) sebelum disuntikkan. Penyimpanan dan
transportasi vaksin harus memperhatikan prosedur baku cold chain, karena vaksin DPT akan rusak bila membeku atau dibawah 20 C, atau terpapar suhu di atas 80 C. Hal tersebut perlu mendapat perhatian para petugas kesehatan baik di rumah sakit, rumah bersalin, ataupun klinik pribadi.
Sehubungan dengan peningkatan kasus difteri di beberapa wilayah Indonesia, maka Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan bahwa: - Penyakit difteri sangat menular dan dapat menyebabkan kematian. Penyakit difteri dapat dicegah dengan melakukan imunisasi sesuai jadwal yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan atau Ikatan Dokter Anak Indonesia.
- Imunisasi adalah perlindungan terbaik terhadap kemungkinan tertular penyakit difteri, dan dapat diperoleh dengan mudah di berbagai fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta.
- Lengkapi imunisasi DPT/DT/Td anak anda sesuai jadwal imunisasi anak Kementerian Kesehatan atau Ikatan Dokter Anak Indonesia. Imunisasi difteri lengkap adalah sebagai berikut:
- Usia kurang dari 1 tahun harus mendapatkan 3 kali imunisasi difteri (DPT).
- Anak usia 1 sampai 5 tahun harus mendapatkan imunisasi ulangan sebanyak 2 kali.
- Anak usia sekolah harus mendapatkan imunisasi difteri melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) siswa sekolah dasar (SD) kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 atau kelas 5.
- Setelah itu, imunisasi ulangan dilakukan setiap 10 tahun, termasuk orang dewasa. Apabila status imunisasi belum lengkap, segera lakukan imunisasi di fasilitas kesehatan terdekat
Penanggulangan dari aspek pencegahan
Upaya
pencegahan harus dilakukan bersama-sama dengan tindakan deteksi dini
kasus, pengobatan kasus, rujukan ke rumah sakit, mencegah penularan, dan
memberantas karier. Upaya pencegahan dapat ditujukan kepada anggota
IDAI dan kepada masyarakat.
Untuk masyarakat
a. Kenali gejala awal difteri.
b.
Segera ke Puskesmas atau Rumah Sakit terdekat apabila ada anak mengeluh
nyeri tenggorokan disertai suara berbunyi seperti mengorok (stridor),
khususnya anak berumur < 15 tahun.
c.
Anak harus segera dirawat di rumah sakit apabila dicurigai menderita
difteria agar segera mendapat pengobatan dan pemeriksaan laboratorium
untuk memastikan apakah anak benar menderita difteria.
d.
Untuk memutuskan rantai penularan, seluruh anggota keluarga serumah
harus segera diperiksa oleh dokter apakah mereka juga menderita atau
karier (pembawa kuman) difteri dan mendapat pengobatan (eritromisin
50mg/kg berat badan selama 5 hari).
e. Anggota keluarga yang telah dinyatakan sehat, segera dilakukan imunisasi DPT.
- Apabila belum pernah mendapat DPT, diberikan imunisasi primer DPT tiga kali dengan interval masing-masing 4 minggu.
- Apabila imunisasi belum lengkap segera dilengkapi (lanjutkan dengan imunisasi yang belum diberikan, tidak perlu diulang),
- Apabila telah lengkap imunisasi primer (< 1 tahun) perlu ditambah imunisasi DPT ulangan 1x.
f.
Masyarakat harus mengetahui dan memahami bahwa setelah imunisasi DPT,
kadang-kadang timbul demam, bengkak dan nyeri ditempat suntikan DPT,
yang merupakan reaksi normal dan akan hilang dalam beberapa hari. Bila
anak mengalami demam atau bengkak di tempat suntikan, boleh minum obat
penurun panas parasetamol sehari 4 x sesuai umur, sering minum jus buah
atau susu, serta pakailah baju tipis atau segera berobat ke petugas
kesehatan terdekat.
Penutup
- Kejadian luar biasa pada difteri harus segera diatasi secara terencana, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
- Edukasi mengenai imunisasi harus senantiasa diberikan oleh setiap petugas kesehatan pada setiap kesempatan bertemu orang tua pasien.
- Seluruh anggota IDAI diharapkan turut berpartisipasi aktif dalam memberantas difteri dan meningkatkan cakupan imunisasi DPT.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar